Jika Kontrak Kerja BWS NTT II Dengan Kontraktor Lokasi Waduk Di Lowo Se, Lipus Kami : Kuat Dugaan Kepala BWS NTT II Menipu Petinggi Kementerian PUPR

 

Ende suaranusabunga.com – Beredar Informasi di Media Masa  bahwa Balai Wilayah Sungai ( BWS) NTT II telah menandatangani Kontrak Kerja dengan Kontraktor Pelaksana untuk pembangunan Waduk Lambo mendapat tanggapan keras dari Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN) Nusabunga Philipus Kami.
Kepada suaranusabunga.com di kantornya Senin 23/8/2021 Philipus Kami mengatakan dirinya belum tau apakah Lokasi Waduk yang di kontrakan itu berada di mana karena untuk Lokasi Waduk di Lowo Se sampai hari ini di tolak oleh Masyarakat Adat dari ketiga suku yaitu Ndora, Rendu dan Lambo.
Tetapi jika dalam Kontrak tersebut Lokasi Waduk di Lowo Se , maka kami menduga pihak BWS NTT II dalam hal ini Kepala BWS NTT II telah melakukan penipuan terhadap para petinggi Kementerian PUPR dalam hal admistrasi Lokasi.
“Saya Menduga ada upaya untuk meloloskan niat dari kepala BWS NTT II dengan mendesain sedemikian rupa seolah-olah persoalan tanah telah selesai sehingga para petinggi Kementerian PUPR percaya dan mau melakukan Kontrak” tegas Philipus
Lokasi Waduk di Lowo Se itu sampai hari ini di tolak oleh Komunitas Adat dari ke tiga suku , dan juga tanah itu milik Masyarakat bukan Pemerintah Kabupaten, Provinsi atau Pusat sehingga seenaknya saja kepala BWS NTT II mengatakan tidak ada persoalan Lokasi.
Lanjut Philipus dalam pertemuan dengan Masyarakat Adat di Jakarta Menteri PUPR sendiri saja mengatakan untuk tidak boleh di bangun kalau Masyarakat masih menolak tetapi ko Kepala BWS NTT II terkesan memaksa, ini ada apa ?
Masyarakat sudah siapkan dua lokasi Alternatif kenapa tidak di lakukan Survei di Dua Lokasi tersebut padahal awalnya kalau tidak salah di tahun 2010 Tim dari BWS NTT II melakukan survei terhadap 3 ( tiga ) Lokasi namun tidak ada penjelasan lebih lanjut kepada Masyarakat Adat setempat tiba-tiba di sampaikan bahwa mau di bangun di Lokasi Lowo Se ungkap Philipus.
“Jangan pernah intimidasi Warga dengan kekuasaan dan Jabatan hanya untuk kepentingan sekelompok orang yang mungkin tidak mengetahui jelas Sejarah dan Kultur Budaya Masyarakat setempat”.
Masyarakat adat yang menolak tentu mereka punya alasan oleh karena itu jika ingin sebuah pembangunan itu di dukung oleh Masyarakat selaku pemilik lahan maka mari dengarkan Suara Rakyat.
Kalau mungkin kepala BWS NTT II lupa pesan Menteri PUPR tahun 2017 saat Masyarakat Adat dari Tiga Suku Bertemu di Jakarta silakan tanya ke staf yang ikut saat ini jangan bikin gaduh” tegas Philipus (ded)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *